Skripsi Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Agama jika ditinjau dari aspek
asal usulnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu agama yang berasal dari Tuhan yang
sering disebut dengan agama Samawi dan ada yang berasal dari pemikiran yang
sering disebut dengan agama ard} atau agama kebudayaan.[1] Agama
samawi misalnya diwakili oleh agama Islam, agama Yahudi, dan agama Kristen.
Sedangkan agama ard} misalnya diwakili oleh agama Hindu, agama Budha, dan
lain-lain.
Beragama sendiri merupakan
fitrah manusia di mana dalam hal ini, manusia diberikan tiga potensi yang
dikenal dengan naluri (al-g}arizah) yaitu g}arizah al-baqa
(naluri mempertahankan diri), g}arizah al-tadayun (mentaqdiskan atau
mensucikn sesuatu), dan g}arizah al-nau’ (naluri melestarikan
keturunan). G}arizah al-tadayun misalnya adalah
naluri yang diciptakan Tuhan untuk manusia di mana manusia memiliki kecenderungan untuk mensucikan atau mengkultuskan sesuatu. Dalam hal ini keberagaman seseorang merupakan fitrah
manusia yang dibawa
sejak ia dilahirkan.[2]
Oleh sebab agama sebagai fitrah
bagi setiap manusia, maka itu berarti manusia tidak dapat melepaskan diri dari
agama. Tuhan menciptakan demikian karena agama merupakan kebutuhan hidupnya.[3] Akhirnya
keberagaman beragama juga sudah menjadi fitrah (sesuatu yang melekat pada diri
manusia dan terbawa sejak kelahirannya) bagi setiap insan. Keberagaman beragama
sendiri merupakan suatu kekayaan tersendiri yang harus diterima bagi suatu bangsa
atau negara sebagai sunnatullah
atau sesuatu yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Olehnya itu, usaha penolakan
terhadap keberagaman dalam hidup tentu tidak akan mungkin tercapai.[4]
Keberagaman sebagai sunnatullah
digariskan Allah dalam firman-Nya dalam QS. al-Hujura>t/49: 13.
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4
¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4
¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Terjemahnya:
Wahai
manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Mahateliti[5]
Melalui ayat tersebut, Tuhan
menunjukan kuasanya dalam menciptakan manusia dalam keberagaman. Lebih lanjut,
Tuhan mengemukakan bahwa salah satu alasan diciptakan keragaman tersebut adalah
agar supaya manusia dapat saling mengenal. Di sisi lain juga Tuhan menjelaskan
bahwa sangatlah mudah bagi-Nya untuk menjadikan semua manusia ini menjadi satu
umat,[6]
tapi Tuhan tidak hendak melakukan itu karena Tuhan ingin melihat siapa yang
bersungguh-sungguh
dalam kebajikan, tentunya dengan mengikuti jalan-Nya. Dikabarkan
pula bahwa umat manusia dahulu adalah satu[7] dalam
kepercayaan satu tauhid, tetapi setelah itu tidak lagi demikian karena mereka
berselisih.[8]
Perselisihan mereka kemudian untuk menyelesaikan perselisihan mereka maka
diutuslah Nabi di antara mereka. Orang-orang yang tetap dalam keimanan tetap
mengikuti wahyu yang dibawa oleh Nabi-Nabi tersebut, sedangkan orang yang tidak
percaya kepada Nabi-Nabi tersebut mereka lebih meilih jalan yang melanggar
Nabi-Nabi tersebut. Akhirnya sejalan dengan QS. al-Hujura>t/49: 13 bahwa
Allah tidak hendak menjadikan umat manusia satu umat saja, akan tetapi Allah
memberikan jalan kepada siapa saja yang berusaha untuk memperoleh kebajikan
dijalannya atau mengikuti jalan-Nya, maka ia telah memeilih jalan yang dibawa
oleh para Nabi tersebut termasuk umat Nabi Muhammad saw.
Namun, di samping
itu pula keberagaman tersebut dapat mengarah kepada dua potensi yaitu potensi
rahmat dan potensi laknat atau malapetaka tergantung bagaimana caranya manusia
mengelola keberagaman tersebut. Keberagaman atau pluralitas yang dikelola
dengan baik dapat menjadi rahmat karena pluralitas dapat menumbuhkan rasa
keingintahuan, apresiasi, saling pengertian, ko-eksistensi, dan kolaborasi
antar sesama. Di samping
itu, sikap eksklusivitas yang muncul dalam masyarakat yang plural merupakan
salah satu penyebab kenapa keberagaman bisa menjadi malapetaka. Sikap
eksklusivitas bahkan cenderung mengantarkan umat beragama kepada konflik
beragama.[9] Dalam
sikap eksklusivitas, perbedaan agama, suku, atau budaya tidak lagi dilihat
sebagai sebuah keindahan, namun dilihat sebagai sebuah ancaman terhadap
keyakinan yang dimilikinya.
Akibatnya dari sikap tersebut,
konflik antar umat dalam realitas masyarakat yang pluralitas, yang mensinyalir
atas nama agama tidak dapat dipungkiri, karena agama juga ikut andil terhadap
lahirnya konflik (meskipun tidak dominan), seperti peristiwa-peristiwa yang
terjadi di wilayah-wilayah kepulauan Indonesia, misalnya Situbondo,
Tasikmalaya, Kupang, Sambas[10], konflik suku,
agama, dan ras di Ambon dan Poso yang dinilai banyak orang sebagai konflik
berlatar belakang agama, yakni antara pemeluk Islam dan Kristen.[11] Konflik-konflik ini dikatakan sebagai konflik agama karena bukan rahasia
lagi bahwa kalangan yang terlibat di dalamnya telah memakai bendera agama
masing-masing dan menegaskan adanya kepentingan agama yang mengiringi
perjuangan lainnya atau konflik lainnya yang akan merambah ke daerah lain di
seluruh kawasan Nusantara Indonesia tanpa terkecuali daerah Pulau Jawa yang
masyarakatnya juga dalam kondisi plural agama.
Meskipun demikian, pendorong
terjadinya konflik antar umat beragama dalam masyarakat plural terkadang bukan
dipengaruhi oleh faktor-faktor atas nama agama. Akan tetapi konflik yang
terjadi juga disebabkan oleh faktor lain, karena dalam masyarakat meskipun berada
dalam pluralitas agama diwarnai juga dengan berbagai aspek pluralitas dalam hal
lain, seperti ekonomi,
politik, sosial budaya, atau yang lainnya. Misalnya juga disebabkan oleh
persoalan pendirian rumah ibadah atau cara penyiaran agama yang tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku atau karena adanya salah paham di antara pemeluk
agama.
Untuk itu, pengajaran akan
penerimaan akan keberagaman serta penghargaan akan keberagaman semakin penting
untuk digalakkan mengingat betapa pentingnya pemahaman ini diajarkan kepada
generasi mudah. Sebab semua agama pada dasarnya mengajarkan kebaikan dan
kedamaian, agama Islam misalnya mengajarkan kasih sayang bagi seluruh alam,
agama Kristen mengajarkan cinta kasih, agama Buddha mengajarkan kesederhanaan, agama
Hindu mengajarkan sifat dharma, dan agama Khonghucu mengajarkan kebijaksaan. Ajaran
agama Hindu dalam Kitab Weda misalnya sarat akan ajaran moral dan etika dalam
pembentukan pribadi manusia yang berkarakter damai, sejuk, dan santun.[12]
Begitu pun
dengan Ajaran Islam yang digambarkan dalam QS. al-Anbiyā/21:107.
!$tBur »oYù=yör& wÎ) ZptHôqy úüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ
Terjemahnya:
Dalam sejarah kehidupan umat
Islam sikap hidup rukun telah ada dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. di
awal beliau membangun Madinah. Ketika Nabi Muhammad saw. hijrah ke kota
Madinah, Nabi segera menyadari akan adanya pluralitas yang terdapat di kota
tersebut. Pluralitas yang dihadapi Nabi tidak hanya karena perbedaan etnis
semata, tetapi juga perbedaan agama. Melihat pluralitas keagamaan ini Nabi
berinisiatif untuk membangun kebersamaan dengan yang berbeda agama. Inisiatif
itu kemudian melahirkan apa yang dikenal dengan Piagam Madinah.[14]
Piagam tersebut memuat beberapa poin perjanjian yang berhubungan dengan
kerukunan beragama misalnya bahwa sesungguhnya orang-orang Yahudi Bani Auf
adalah satu kesatuan bersama kaum Mukminin; orang-orang Yahudi boleh
menjalankan agama mereka dan kaum Muslimin juga menjalankan agama mereka, (ini
berlaku untuk) sekutu mereka dan diri mereka sendiri, demikian pula dengan
orang-orang Yahudi selain Bani Auf.[15]
Dalam hal ini Rasulullah saw. sebagai pemimpin saat itu menetapkan kebebasan
orang Yahudi dengan tiga golongannya di Madinah untuk melaksanakan simbol-simbol
keagamaan mereka.[16]\
Begitupun dengan Umar ibn
al-Khattab, Umar membuat sebuah perjanjian dengan penduduk Yerussalem, setelah
kota suci itu
ditaklukan oleh kaum Muslimin. Isi perjanjian itu antara lain bunyinya “Ia
(Umar) menjamin mereka keamanan untuk jiwa dan harta mereka, dan untuk
gereja-gereja dan salib-salib mereka, serta yang dalam keadaan sakit atau pun
sehat, dan untuk agama mereka secara keseluruhan. Gereja-gereja mereka tidak
akan diduduki dan tidak pula dirusak, dan tidak akan dikurangi sesuatu apa pun
dari gereja-gereja itu dan tidak pula dari lingkungannya.”[17]
Kebijakan yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad saw. maupun Umar ibn al-Khattab di atas tentu dengan dasar-dasar
pijakan yang terdapat dalam al-Qur’an. Bahkan di beberapa ayat dalam al-Qur’an
memberikan anjuran untuk tetap bersikap baik terhadap mereka yang berbeda
agama. Di samping itu, terdapat beberapa ayat dalam al-Qur’an yang mengatur
bagaimana hubungan seorang Muslim dengan non-Muslim atau beda agama, baik
menyangkut perkara tauhid maupun menyangkup perkara sosial dalam kehidupan
sehari-hari.
Namun, pada kenyataan lain
adalah adanya anggapan dari umat-umat beragama tentang agama Islam bahwa agama
Islam identik dengan kekerasan dalam bertindak. Keadaan ini akan mengantar seseorang
untuk bersikap tidak percaya terhadap Islam sebagai “rahmatan li al-‘a>lami>n”
tidak hanya pada sesama umat Islam saja tapi seluruh agama bahkan alam semesta
ini. Buktinya adalah banyak di antara non-Muslim yang menganggap Islam itu
selalu membenci manusia yang tidak seagama dengannya. Padahal kenyataanya Islam
telah mengatur bagaiamana seharusnya hubungan dilakukan dengan orang yang
berbeda agama, baik dari sisi sosial maupun perkara lainnya. Misalnya Islam tidak
pernah melarang umatnya untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
non-Muslim, hal ini misalnya sebagaimana digambarkan dalam firman Allah swt. dalam QS. al-Mumtah}anah/60: 8-9.
w â/ä38yg÷Yt ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ã Îû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_Ìøä `ÏiB öNä.Ì»tÏ br& óOèdry9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍkös9Î) 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ $yJ¯RÎ) ãNä39pk÷]t ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNä.qè=tG»s% Îû ÈûïÏd9$# Oà2qã_t÷zr&ur `ÏiB öNä.Ì»tÏ (#rãyg»sßur #n?tã öNä3Å_#t÷zÎ) br& öNèdöq©9uqs? 4 `tBur öNçl°;uqtFt Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÒÈ
Terjemahnya:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat
baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam
urusan
agama dan tidak
mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku
adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai
kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari
kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barang siapa menjadikan
mereka sebagai kawan, mereka itulah orang yang zalim.[18]
Ayat tersebut di atas telah
membuktikan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi dan menghormati hak-hak
sebagai manusia yang hidup berdampingan dalam satu kekuasaan. Tidak diskriminan
terhadap kelompok tertentu sepanjang, memberikan perlakuan yang sama dalam
keadaan yang plural. Bahkan ayat tersebut pula menggambarkan prinsip-prinsip
dalam agama Islam dalam kehidupan yang plural. Untuk selanjutnya, agar lebih
memberikan pemahaman mengenai sikap dan prinsip-prinsip dalam agama Islam dalam
kaitannya dengan kehidupan yang plural yang terdapat dalam QS. al-Mumtah}anah/60: 8-9, maka
akan dilakukan pengkajian mendalam terhadap hal-hal tersebut dalam sebuah judul
“Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama (Suatu Kajian Tahlili Terhadap QS. al-Mumtah}anah/60: 8-9)”. Pengkajian ini
dimaksudkan agar memberikan gambaran bahwa Islam itu juga peduli dengan sesama
tidak hanya terbatas dalam lingkup umat Islam sendiri tapi juga peduli dengan
sesama beda agama sekali pun. Karena agama Islam merupakan agama “rahmatan
li al-‘a>lami>n”, rahmat bagi alam semesta, pembawa misi damai
bagi semua umat tidak memandang latar
belakang keagamaan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
yang telah dikemukakan, maka masalah pokok yang menjadi pembahasan untuk dikaji
lebih lanjut ialah “Bagaimana Konsep Kerukunan Antar Umat Bergama dalam QS. al-Mumtah}anah/60:
8-9?”. Agar
pembahasan dalam skripsi ini terarah, maka masalah pokok tersebut dibuat dalam
bentuk sub-sub masalah sebagai berikut:
- Bagaimana esensi
kerukunan hidup antar umat beragama?
- Bagaimana wujud kerukunan hidup
antar umat beragama dalam QS. al-Mumtah}anah/60: 8-9?
- Bagaimana syarat
prinsip dan urgensi kerukunan
hidup antar umat beragama dalam QS. al-Mumtah}anah/60: 8-9?
C.
Definisi Operasional dan Ruang
Lingkup
- Kerukunan
Secara etimologi istilah
“kerukunan” berasal dari bahasa Arab “ruknun” yang berarti tiang, dasar,
atau sila.[19]
Jamak dari “ruknun” adalah “arkan” diartikan dengan suatu
bangunan sederhana yang terdiri atas beberapa unsur. Rukun dapat pula dipahami
dengan arti baik, damai, bersepakat, atau perkumpulan yang berdasar tolong
menolong dan persahabatan.[20] Dari
sini dapat diambil suatu pengertian, bahwa kerukunan merupakan suatu kesatuan
yang terdiri atas berbagai unsur yang berlainan, dan setiap unsur tersebut
saling menguatkan. Kesatuan tidak dapat terwujud jika di antara unsur tersebut
ada yang tidak berfungsi.[21]
Pengertian ini senada dengan pemaknaan dalam ilmu fikih, di mana rukun
diartikan sebagai bagian yang tak terpisahkan antara yang satu dengan yang
lain. Rukun dalam suatu ibadah berarti pokok atau dasar satu bagian ibadah yang
kalau ditinggalkan ibadah tersebut menjadi tidak sah.[22]
- Agama
Agama dalam pengertian bahasa
yaitu al-din (bahasa Arab dan Semit), religi/religio dalam bahasa
Eropa[23].
Di samping itu, dikatakan pula bahwa berasal dari bahasa Sanskrit
(Sansekerta)[24]
yang tersusun atas dua kata yaitu “a” yang berarti “tidak” dan “gam” yang
berarti “pergi”, sehingga agama dapat diartikan tidak pergi, tetap di tempat,
diwarisi secara turun temurun.[25]
Kata al-din sendiri dalam bahasa Arab memiliki makna menguasai, menundukkan,
patuh, utang, balasan, kebiasaan.[26] Agama
juga dapat diartikan sebagai ajaran.[27] Sementara
al-din dalam Bahasa Semit
memiliki makna undang-undang atau hukum.[28] Dalam
hal ini, agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum.[29]
Sementara kata religi asal katanya yaitu relegere yang berarti mengumpulkan dan
membaca. Dalam hal ini berarti agama mengandung kumpulan cara-cara mengabdi
kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca.[30]
Tetapi juga ada yang mengatakanbahwa religi berasal dari kata religare yang
memiliki arti ikatan[31]
atau mengikat[32],
yaitu ikatan yang menghubungkan manusia dengan kebenaran.[33] Sementara
ciri yang ada pada agama adalah kitab suci yang terkodifikasi, adanya person
yang mewakafkan totalitas untuk agama yang disebut dengan Nabi, dan adanya umat
sebagai kenyataan sebagai penerima dan pelaksana kitab yang terkodifikasi
tersebut.
Sementara pengertian agama dari
segi istilah telah banyak dikemukakan oleh para ahli, di antara pendapat
tersebut misalnya Emelle Durkheim. Ia mendifinisikan agama sebagai sistem kepercayaan dan
praktik yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus[34] dan
disatukan dalam dalam suatu komunitas moral yang disebut umat.[35]
Agama juga dapat didefinisikan sebagai sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) kepada Tuhan yang Mahakuasa, tata peribadatan, dan tata kaidah
yang bertalian dengan pergaulan manusia serta lingkungannya dengan kepercayaan
tersebut.[36]
Ada juga yang mendifinisikan agama sebagai salah satu perantara yang mengatur
kehidupan manusia dengan manusia maupun manusia dengan penciptanya. Sementara
Harun Nasution mendefinisikan agama dengan beberapa definisi, salah satunya
adalah pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang
harus dipatuhi.[37]
- Umat
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata “umat” diartikan sebagai penganut (pemeluk suatu agama), makhluk
manusia.[38] Disebutkan pula dalam bahasa umat dalam bahasa arabnya adalah الشَّعْبُ وَالْجُمْهُوْرُ.[39]Selain itu,
kata umat diartikan pula sebagai menuju, menumpu, dan meneladani.[40] Ada
juga yang mengartikan kata tersebut dengan arti dasar asal, tempat kembali,
kelompok, agama, postur tubuh, masa dan tujuan.[41] Pemberian
arti tersebut didasarkan atas alas kata ummat yaitu أمّ – يؤمّ (amma – yaummu), jamaknya adalah umam.
Yang memiliki arti suatu golongan manusia, setiap kelompok manusia yang
dinisbatkan kepada seorang Nabi, misalnya umat Nabi Muhammad saw., dan setiap
generasi manusia yang menjadi umat yang satu (ummatan wa>h}idah).[42]
Kemudian dari akar kata itu
pula, lahirlah kata umm yang berarti “ibu” dan imam yang maknanya
“pemimpin”. Karena seorang ibu dan seorang pemimpin merupakan teladan, tumpuan
pandangan, dan harapan anggota masyarakat.[43]
Sedangkan pengertian secara istilah umat adalah himpunan manusiawi yang seluruh
aggotanya bersama-sama menuju satu arah, bahu membantu, dan bergerak secara
dinamis di bawah kepemimpinan bersama.[44]
Dalam pengertian lain dijelaskan
bahwa umat adalah kumpulan orang yang semua individunya sepakat dalam tujuan
yang sama dan masing-masing membantu agar bergerak ke arah tujuan yang
diharapkan atas dasar kepemimpinan yang sama. Lebih jauh, penggunaan kata ummah
ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. Yang bersifat khusus,
yaitu para penganut agama dan pengikut agama tertentu, seperti umat Islam, umat
Muhammad saw. dan dapat pula bersifat umum, yaitu setiap generasi manusia
adalah umat yang satu, dan sekalian bangsa manusia disebut umat manusia, tanpa
batasan agama (aqidah).[45]
- Tah}li>li>
Tah}li>li> adalah bahasa Arab
yang berarti membuka sesuatu atau tidak menyimpang sesuatu darinya[46]
atau bisa juga berarti membebaskan,[47]
mengurai, menganalisis.[48] Tafsir
metode tah}li>li> (analisis) dijelaskan pula sebagai metode
menafsirkan al-Qur’an berdasarkan susunan ayat dan surah yang terdapat dalam
mushaf.[49] Dalam
pemaparannya, tafsir metode tah}li>li> meliputi pengertian kosa, Munasāba (hubungan antara ayat), Sabab
an-Nuzūl (kalau ada), makna global ayat,
mengungkap kandungan ayat dari berbagai macam pendapat ulama yang tidak jarang
berbeda satu dan lainnya.[50]
Tafsir metode tah}li>li> sendiri adalah tafsir yang menyoroti
ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala makna dari berbagai aspek yang
terkandung di dalamnya serta mengungkap maknanya sesuai dengan keahlian atau
kecenderungan para mufassir. Begitu pula dalam penulisan ini, menggunakan
metode tah}li>li> dan berusaha mengkaji QS. al-Mumtah}anah/60: 8-9 dengan
mengungkap makna yang terkandung dalam ayat tersebut dengan melakukan
pendekatan ilmu tafsir.
D. Kajian
Pustaka
Setelah melakukan penelusuran
dan pembacaan terhadap berbagai karya ilmiah yang berkaitan dengan rencana
penelitian di atas, penulis belum menemukan pembahasan tentang Kerukunan Antar
Umat Beragama yang focus kajiannya QS. al-Mumtah}anah/60: 8-9. Kegiatan
dimaksudkan untuk menjelaskan skripsi ini belum pernah ditulis sebelumnya.
Tulisan ini sudah dibahas namun berbeda dari segi fokus pembahasan dan pendekatan
serta paradigma yang digunakan. Adapun literature yang terkain dengan judul
skripsi ini adalah sebagai berikut.
Pertama, buku yang ditulis
oleh Abuddin Nata, MA. Yang berjudul “Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir
Al-Ayat Al-Tarbawiy)”. Dalam buku tersebut beliau membahas salah satu
sub bab yang berjudul Kerukunan Hidup Antar Umat Bergama. Pembahasannya tidak
terfokus dalam satu bahasan ayat, dalam arti beliau membahas ayat-ayat yang
berkaitan dengan kerukunan antar umat beragama, yaitu QS. al-Mumtah}anah/60: 8-9, QS. Ali> ‘Imran/3: 118, QS.
al-Ma>idah/5:
5, dan QS. al-Kafiru>n/109:
1-6 secara ringkas dan tidak berfokus pada satu pokok bahasan ayat, sementara
dalam penelitian ini, peneliti berusaha mefokuskan kajian kerukunan antar umat
beragama dengan berfokus pada QS. al-Mumtah}anah/60: 8-9 dan tentunya tidak
mengabaikan juga ayat-ayat lainnya.
Kedua, “Islam dan
Pluralisme Agama: Dinamika Perebutan Makna”, buku yang ditulis oleh Dr.
Ngainun Naim. Dalam buku tersebut terdapat pembahasan pada bab tiga Strategi
Dimensi sub bab Kerukunan Antar Umat Beragama: Doktrin dan Sejarah. Dijelaskan
dalam buku tersebut bahwa rukun bukan berarti tidak ada perbedaan. Dalam hal
ini perbedaan merupkan hal natural, yang semestinya dijadikan modal menbangun
kebersamaan, tidak untuk dipertentangkan, tapi untuk saling menghormati dan
menghargai. Selanjutnya, hal tersebut dapat diwujudkan dalam hubungan manusia
dengan manusia lain (hablun min al-na>s) yang tercermin
dalam keadilan social.[51] Kaitannya
dengan aspek ini, peneliti akan membahas lebih detail mengenai keadilan
tersebut sehinggan dapat mewujudkan kerukunan.
Ketiga, “Harmoni di
Negeri Seribu Agama: Membumikan Teologi dan Fikih Kerukunan”, buku yang
ditulis oleh Abdul Jamil Wahab. Dalam buku tersebut terdapat sub bab yang
membahas tentang teori kerukunan. Salah satu teorinya tersebut misalnya teori
pendekatan fungsionalisme. Teori ini melihat bahwa masyarakat merupakan suatu
struktur yang diatur oleh sistem, dan masing-masing komponen terintegrasi
dengan fungsinya sendiri-sendiri.[52]
Keempat, “Argumen
Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis al-Qur’an”, buku yang
oleh Abd. Moqsith Ghazali. Dalam buku tersebut terdapat penjelasan mengenai
sikap terhadap pluralitas agama. Di antara sikap tersebut yaitu sikap
eksklusif, sikap inklusif, dan paradigma pluralis.[53]
Ketiga sikap ini dijelaskan pula tentang kelemahan dampak terhadap tiga sikap
tersebut dalam penerapannya. Kaitannya dengan penelitian penulis, dalam
pembahasan mengenai paradigma pluralis, dijelaskan sikap yang adil kepada
kelempok agama lain atas dasar perdamaian dan saling menghormati, namun
pembasan tentang sikap adil tersebut belum rinci dan tegas.
Kelima, “Pengantar
Studi Islam”, buku yang ditulis oleh Didiek Ahmad Supadie. Dalam buku
tersebut terdapat sub bahasan tentang kerukunan dan toleransi beragama yang menyangkut
beberapa prinsip toleransi dan kerukunan, hanya saja prinsip-prinsip tersebut
dilahirkan dari beberapa pemaknaan ayat dalam al-Qur’an tidak memfokuskan pada pemaknaan
ayat tertentu sebagaimana dalam penelitian ini.
Keenam, “Sikap
Keberagaman Masyarakat di Desa Buttu Batu Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang”,
skripsi yang ditulis oleh Musik Mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, UIN Alauddin Makassar, tahun 2011. Di mana dalam
temuannya bahwa di Desa Buttu Batu tersebut sikap keberagaman dalam beribadah
sangat baik, hal ini ditinjau dari kegiatan keagamaan yang dilakukannya
senantiasa memperhatikan memperhatikan ajaran Islam dan kegiatan-kegiatan yang
oleh ulama Islam yang berada dalam lingkungan Desa tersebut. Selain itu, salah
satu pendukung yang amat penting adalah tersedianya sarana peribadatan dan
pendidikan yang mengarahkan masyarakat tersebut karena sikap keberagaman yang
baik.
Ketujuh, “Relasi
Antarumat Beragama Islam dan Kristen di Desa Kendek Kecamatan Banggai Kabupaten
Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah”, skripsi yang ditulis oleh
Jufri, mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
UIN Alauddin Makassar, tahun 2009. Di mana dalam temuannya bahwa masyarakat di
Desa tersebut yang terdiri atas beberapa penganut agama yang berbeda, terutama
Islam dan kristen dapat hidup dalam satu wadah yang normal tanpa dilibatkan
dengan issu-issu yang berbau SARA. Juga ikatan emosional antarsesama etnis
Banggai menjadi salah satu faktor pendukung dalam menjalin kerja sama yang
harmonis.
Oleh sebab itu, berdasarkan
beberapa uraian kajian pustaka di atas, penelitian tentang kerukunan hidup
antar umat beragama yang memfokuskan penelitian pada QS. al-Mumtah}anah/60: 8-9 belum ada.
E.
Metodologi Penelitian
Penulis menguraikan dengan
metode yang dipakai adalah penelitian yang tercakup di dalamnya jenis
penelitian, beberapa metode, di antaranya metode pendekatan, metode pengumpulan
data, metode pengolahan data, dan metode analisis data.
- Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini
termasuk kedalam kategori penelitian kualitatif yaitu, berupa penelitian
kepustakaan (library research). Penelitian kualitatif yang dimaksudkan
pada penelitian ini ialah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif ialah jenis penelitian
kualitatif yang berupaya memecahkan
pokok masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan
keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain)
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.[54]
Penelitian
kualitatif deskriptif dalam metodologi penelitian tafsir ditujukan untuk
mendeskripsikan makna kandungan suatu ayat. Pada umumnya jenis penelitian ini
digunakan oleh mufassir yang mengkaji al-Qur’an dengan menggunakan metode tah{li>li.>[55] Dari sini dapat
dipahami bahwa penelitian ini diupayakan
untuk mendeskripsikan kerukunan hidup antar umat beragama melalui QS. al-Mutaha}nah/60:
8-9 dengan menguraikan berbagai sumber kepustakaan, baik berupa buku, jurnal,
dan karya ilmiah lainnya yang terkait
dengan topik bahasan tersebut.
- Metode
Pendekatan
Pendekatan berarti sebuah
proses, perbuatan, cara mendekati sebuah obyek.[56]
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan tafsir
(exegetical approach) karena teknik kerjanya lebih banyak bersentuhan
dengan kitab-kitab tafsir serta penafsiran dari para ahli yang telah melakukan
pengkajian tentang kerukunan antar umat beragama. Dengan pendekatan tersebut,
penulis berusaha menganalisis setiap penafsiran atau pendapat yang ada kemudian
memberikan analisis kritis serta mengambil intisari dari setiap tafsiran atau
pendapat ulama yang selanjutnya dapat ditarik sebuah kesimpulan dari berbagai
pendapat yang telah dipaparkan oleh para mufassir atau ahli.
- Metode
Pengumpulan Data
Metode dalam mengumpulkan data,
digunakan penelitian kepustakaan (library research), yakni menelaah
berbagai macam referensi dan literature yang terkait dengan penelitian baik
yang bersifat primer maupun yang bersifat sekunder. Untuk data yang bersifat
primer dalam penelitian ini adalah al-Qur’an yang ditunjang dengan kitab-kitab
tafsir (Tafsir al-Mishbah, Tafsir al-Maraghi, dan Tafsir Ibnu Katsir), sedangkan
untuk data yang bersifat sekunder maka penulis menggunakan buku atau literatur
yang berkaitan langsung dengan objek penelitian.
- Metode
Pengolahan dan Analisis Data
Agar data yang diperoleh dapat
dijadikan sebagai pembahasan yang akurat, maka penulis menggunakan metode
pengolahan dan analisis data yang bersifat kualitatif. Sesuai dengan langkah
ini, maka metode analilsis data yang akan penulis tempuh adalah sebagai
berikut.
a.
Deduktif, yaitu suatu metode
yang penulis gunakan dengan bertitik tolak dari pengetahuan yang bersifat umum,
kemudian dianalisis untuk ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
b.
Induktif, yaitu suatu metode
yang penulis gunakan dengan jalan meninjau beberapa hal yang bersifat khusus
kemudian diterapkan atau dialihkan kepada sesuatu yang bersifat umum.
F.
Tujuan dan Kegunaan
- Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kerukunan hidup antar umat beragama dalam QS. al-Mumtah}anah/60: 8-9, yang
akan dirincikan dalam bahasan.
a.
Menjelaskan esensi kerukunan
hidup antar umat beragama.
b.
Menjelaskan wujud kerukunan dalam QS.
al-Mumtah}anah/60:
8-9.
c.
Menjelaskan syarat dan urgensi kerukunan dalam QS.
al-Mumtah}anah/60:
8-9.
- Kegunaan
Kegunaan penelitian ini mencakup
dua hal, yaitu:
a.
Kegunaan ilmiah, yaitu mengkaji
dan membahas hal-hal yang berkaitan dengan judul skripsi ini, sedikit banyaknya
akan menambah khazanah ilmu pengetahuan baik dalam kajian tafsir maupun dalam ilmu-ilmu
sosial.
a.
Kegunaan praktis, yaitu dengan
mengetahui kerukunan dalam al-Quran, bisa menjadi panduan setiap insan dalam
menjalani kehidupan, khususnya hal-hal yang berhubungan langsung dengan
interaksi kepada orang yang berbeda keyakinan/agama.
[1]Abuddin Nata, Metodologi
Studi Islam (Ed. Revisi; Jakarta: Rajawali Pers, 2004), h. 15.
[2]Hafidz
Abdurrahman, Diskursus Islam Politik dan Spiritual (Bogor: al-Azhar
Press, 2010), h. 53
[3]M. Quraish Shihab, Wawasan
al-Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, h. 375.
[4]M. Galib M, Pluralitas
Agama dalam Perspektif al-Qur’an: dari Toleransi ke Kerjasama (Cet. I; Makassar: Alauddin Universitas
Press, 2014), h. 7.
[5]Kementerian Agama RI,
al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung:
Mizan, 2015), h. 518.
[6] QS. Hu>d/11: 118
dan QS. al-Ma>idah/5: 48
[7]QS.
al-Baqarah/2: 213
[8]M. Quraish Shihab, Tafsir
al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an (Cet. I; Jakarta:
Lentera Hati, 2002), h. 549-550
[9]M. Galib M, Pluralitas
Agama dalam Perspektif al-Qur’an: dari Toleransi ke Kerjasama, h. 12 dan 16.
[11]Survey Nasional
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia (Ed. I; Cet. I; Jakarta: Kementerian
Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2013), h. 1.
[12]Abd. Rahim Yunus, Damai
dalam Islam: Perspektif Cita dan Fakta (Makassar: Alauddin
University Press, 2012), h. 80.
[13]Kementerian Agama RI,
al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 332.
[14]M. Galib M, Pluralitas
Agama dalam Perspektif al-Qur’an: dari Toleransi ke Kerjasama, h. 100.
[15]Syaikh
Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, ar-Rahi>q al-Makhtu>m terj. Hanif Yahya dengan judul Perjalanan Hidup
Rasul yang Agung: dari Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir (Cet. XIV;
Jakarta: Darul Haq, Sya’ban 1433 H/Juli 2012 M), h. 278.
[16]Wahbah al-Zuhaili, Haqqu>l Huriyah fi> al-‘A>lam diterjamahkan oleh
Ahmad Minan dengan judul Kebebasan dalam Islam (Cet. I; Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, 1997), h. 148.
[17]M. Galib M, Pluralitas
Agama dalam Perspektif al-Qur’an: dari Toleransi ke Kerjasama, h. 100.
[18]Kementerian Agama RI,
al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 551
[19]Atabik Ali
dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer: Arab-Indonesia (Cet. I;
Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), h. 989
[20]Tim Penyusun, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan
Nasional, 2008), h. 1226.
[21]Said Agil Husain
al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (Cet. II; Jakarta: Ciputat Press,
2003), h. 4.
[22]Didiek Ahmad Supadie,
dkk, Pengantar Studi Islam (Ed. Revisi; Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers,
2011), h. 54.
[23]Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I
(Jakarta: UI-Press, 1979), h. 9.
[24] Didiek Ahmad Sapadie
, dkk., Pengantar Studi Islam, h. 35.
[25]Abuddin Nata, Metodologi
Studi Islam (Ed. I; Cet. VI; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), h. 9.
[26]Zainuddin Ali, Agama,
Kesehatan, dan Keperawatan (Cet. I; Jakarta: CV. Trans Info Media, 2010),
h. 7.
[27]Tim Penyusun, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, h. 18.
[28]Abuddin Nata, Metodologi
Studi Islam, h. 9.
[29]\\Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I,
h. 9.
[30]Abuddin Nata, Metodologi
Studi Islam, h. 10.
[31]Seyyed Hossein Nasr, Ideals
and Realities of Islam terj. Abdurrahman Wahid dan Hasyim Wahid, Islam
Antara Cita dan Fakta (Cet. I; Yogyakarta:PUSAKA, 2001), h. 1.
[32] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I,
h. 10.
[33]Seyyed Hossein Nasr, Ideals
and Realities of Islam terj. Abdurrahman Wahid dan Hasyim Wahid, Islam
Antara Cita dan Fakta, h. 1.
[34]Didiek Ahmad Sapadie
, dkk, Pengantar Studi Islam, h. 36.
[35]Zainuddin Ali, Agama,
Kesehatan, dan Keperawatan (Cet. I; Jakarta: CV. Trans Info Media, 2010),
h. 8-9.
[36]Tim Penyusun, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, h. 18.
[37]Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I,
h. 10.
[38]Tim Penyusun, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, h. 1586
[39]Adib Bisri dan
Munawwir AF, Al-Bisri: Kamus Indonesi- Arab Arab Indonesia (Cet. I;
Surabaya: Pustaka Progresif, 1999), h. 16
[40]M. Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, h. 325
[41]Ali Nurdin, Quranic
Society: Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam al-Qur’an (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2006), h. 72
[42]M. Quraish Shihab,
dkk., Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosa Kata (Cet. I; Jakarta: Lentera
Hati, 2007), h. 135
[43]M. Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, h. 325
[44]M. Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, h. 328
[45]Ali Nurdin, Quranic
Society: Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam al-Qur’an, h. 74
[46]Ahmad ibn Fāris ibn Zakariyā al-Qazwainī,
Mu’jam Muqāyīs al-Lūgah, Juz V (Beirut: Dār al-Fikr, 1979 M/1399 H), h. 62
[47]Muhammad ibn Mukrim
ibn ‘Alī Abū al-Fādl Jamāluddin ibn
Manz}|u>r al-Ans}a>ri> al-Ifri>qī,
Lisān al-‘Arab, Juz I
(Beirut: Dār S}a>dir, 1414 H), h. 118
[48]M. Quraish Shihab,
dkk. Sejarah dan ‘Ulumu al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h.
172
[49]Kadar M. Yusuf, Studi
al-Qur’an (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2012), h. 137
[50]M. Quraish shihab, Kaidah
Tafsir: Syarat, Ketentuan dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami
Ayat-Ayat al-Qur’an (Tanggerang: Lentera Hati, 2013), h. 378. Liha pula
Muhammad Yusuf, Horizon Kajian al-Qur’an: Pendekatan dan Metode (Cet. I;
Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 29-30
[51] Ngainun Naim, Islam
dan Pluralisme Agama: Dinamika Perebutan Makna (Cet. I; Yogyakarta: Aura
Pustaka, 2014), h. 124-125
[52]Abdul Jamil Wahab, Harmoni
di Negeri Seribu Agama: Membumikan Teologi dan dan Fikih Kerukukunan (Jakarta:
PT Elex Media Komputindo, 2015)
[53]Abd. Moqsith Ghazali,
Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis al-Qur’an (Cet.
II; Depok: KataKita, 2009), h.
54-62
[54]Hadari Nawawi, Metode
Penelitian Bidang Sosial (Cet. IV; Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
1990), h. 63.
[55]Abd. Muin Salim, dkk, Metodologi Penelitian Tafsir Maudu>’i (Makassar: Alauddin
Press,
2009),
h. 28.
[56]Abd. Muin Salim,
dkk., Metodologi Penelitian Tafsir Maudhu>’i>, h. 98
If you're trying to lose pounds then you need to get on this brand new custom keto meal plan diet.
BalasHapusTo create this service, certified nutritionists, fitness couches, and cooks joined together to develop keto meal plans that are effective, painless, economically-efficient, and delicious.
Since their first launch in January 2019, 100's of people have already transformed their body and health with the benefits a smart keto meal plan diet can give.
Speaking of benefits; in this link, you'll discover 8 scientifically-certified ones given by the keto meal plan diet.